Kehidupan
yang tengah kita arungi saat ini sesungguhnya menuntut kita untuk terus
berjuang dan berusaha untuk menjadi lebih baik. Sebagai konsekuensinya
terdapat 3 hal yang harus kita hadapi yaitu, berhasil, belum berhasil, atau tidak berhasil namun
yang perlu menjadi perhatian dan kesadaran kita adalah akibat dari
proses perjuangan itu sendiri baik untuk kita pribadi, keluarga dan
masyarakat.
Secara
manusiawi manusia akan berbahagia dengan mata berbinar-binar apabila
menjumpai usahanya dalam kondisi berhasil namun tidak jarang juga
diantaranya yang mengekspresikan keberhasilannya dengan cara-cara yang
negatif.
Pun
sebaliknya, apabila menemui ketidakberhasilan atau kegagalan, akan
nampak lemah, lunglai, sedih serta bermuram durja dan tidak siap dalam
menerima kegagalan yang akan menimbukan stress, depresi atau bahkan
memicu tindak kriminal sebagai cara melampiaskan kekecewaannya.
Bagaikan
mata uang dengan dua sisi, keberhasilan dan kegagalan itu adalah
merupakan ujian atau cobaan yang dapat diapresiasi secara berbeda,
seperti yang saya kutip dari Firman Allah SWT dalam QS.Alma'arij : 19-21
disebutkan " Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah
lagi kikir, Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila
ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.".
Ekspresi Keberhasilan dan Kegagalan
Berbagai
ekspresi ditunjukan manusia apabila ia mendapat keberhasilan, namun
perlu kiranya dilakukan dengan cara yang benar, proporsional dan
mengenal batas atau tidak berlebihan serta dibarengi dengan wujud syukur
atas keberhasilan yang diterimanya. Tidak jarang juga keberhasilan
diekspresian secara berlebihan yang membawa manusia pada sifat sombong,
congkak dan menganggap bahwa keberhasilan yang telah diraihnya adalah
murni dari kepintaran atau kehebatan dirinya semata. Kondisi ini amat
sangat berbahaya bagi dirinya karena secara mental tidak mempersiapkan
diri pada kondisi terburuk berupa balasan dari kesombongannya atau
berupa kegagalan yang suatu saat akan dialaminya. Akibat lain adalah
timbulnya penyakit mental yang apabila tidak segera disadari akan Stress
dan Depresi dimana pada saat kegagalan menghampirinya, maka dia akan
kehilangan kepercayaan diri dan berfikir seolah-olah hidupnya tiada
berguna lagi
.
Lain
halnya bagi orang-orang beriman senantiasa meyaikini bahwa
keberrhasilan yang diraihnya atau kegagalan yang dialaminya merupakan
kehendak Tuhannya, Allah SWT, keduanya dianggap merupakan sebagai bahan
ujian keimanan dan kesabaran.
Maka
pada saat ia memperoleh keberhasilan, ia akan bersyukur dan tidak
takabur serta senantiasa mawas diri, sebaliknya apabila tertimpa
kemalangan, ia akan mengekpresikan kekecewaanya secara wajar dan tidak
berlebihan, tetap sabar dan tawakal.
Terdapat
persamaan dari sebuah keberhasilan dan kegagalan, yaitu sama-sama dapat
mempertebal keimanan dan kesabaran. Tidak mendapat keberhasilan yang
diidamkan berupa kehilangan pangkat, kedudukan, harta, anak, kesehatan
dll bagi orang beriman tidaklah membuatnya menjadi pesimis seperti pada
do'a yang mungkin sering kita panjatkan : " Ya Allah Tuhan kami, tiada
apapun penghalang terhadap apa yang Engkau berikan dan tiada apa pun
pemberi terhadap apa yang Engkau halangi dan tiada bermanfaat pemilih
kemuliaan kalau bukan kemuliaan dari-Mu) (Hadist Shahih Mutafaq'alaih).
Tidak
dapat dipungkiri saat ini manusia sudah pada tingkat kompetisi yang
sangat tinggi dalam meraih dunia, persahabatan, kekerabatan bahkan
hubungan darah pun menjadi seakan akan tidak nyata atau bersifat maya.
Kepentingan pribadi dan golongan dijadikan pemimpin tertinggi. Padahal
dalam sebuah riwayat disebutkan dari Aisyah RA, "Dari Nabi SAW, beliau
bersabda, 'Dua rakaat sebelum shubuh adalah lebih baik dari dunia dan
segala isinya'." (HR Ahmad, Muslim, At-Tarmidzi).