TAUBAT “Taubat Yang Sebenarnya”
Kata taubat
sudah tidak asing lagi di telinga setiap kita . Bahkan ada yang
melakukannya sebagai rutinitas dalam kehidupannya. Ada juga hanya
sekadar menyadari itu baik untuk dikerjakan. Terlepas atas dasar apa
seseorang bertaubat, Tuhan lebih tahu hal demikian.
Begitupun dengan persoalan diterimah atau tidaknya taubat seseorang
hanya Allah yang lebih tahu, namun setiap orang dapat merasakan dampak
dari taubat. Seperti itulah yang akan kita bicarakan.
Sudah cukupkah taubat itu dengan mengucapkan itighfar
saja? Tentu tidak, harus ada penyesalan atas perbuatan-perbuatan
tersebut di masa lalu dan tidak mengulanginya kembali. Akan tetapi
keduaanya pun tidak cukup untuk mewakili hakikat taubat. Karena hal yang
paling mendasar adalah melakukan perbaikan terhadap diri. Jadi
kata-kata istighfar yang dilafalkan setiap waktu, bukan merupakan syarat yang wajib. Banyak kaum muslimin yang selalu melafalkan kata istighfar, namun berbuat dosa juga tidak lepas.
Perbaikan terhadap diri dapat diawali dengan cara mengintropeksi diri..
Mengakumulasi antara dosa dan pahala yang ia dapatkan. Selalu
menimbang-nimbang amalan, tidak dimaksudkan nantinya seseorang merasa
cukup, karena sudah mengetahui seberapa banyakkah amal baik yang mereka
kakukan. Namun dimksudkan untuk melakukan peningkatan ibadah dan
senantiasa melakukan perbaikan terhadap diri, dikala mengetahui
kelemahan-kelamahan selama ini. Dalam riwayat disebutkan bahwa “Hitunglah diri kalian, sebelum dihitung.” Kesempatan yang ada hanya datang sekali saja.
Ada hal yang yang sangat penting untuk dipahami, yaitu penafsiran terhadap ayat yang mengatakan “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah : 82).
Ya. Allah meman Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Persoalnnya
kemudian, apakah kita tahu setiap perbuatan buruk yang telah dilakukan
akan diampuni oleh Allah. Dan apakah setiap permohonan ampun kita
dikabulkan oleh-Nya.
Kekeliruan terhadap ayat tersebut di atas kerap kali menjebak kerangka
berpikir seorang muslim, khususnya bagi orang-orang awam. Terlebih lagi
yang suka menafsirkan ayat secara tekstual. Meman banyak ayat yang dapat
dipahami secara langsung, tapi tidak sediikit ayat yang butuh penalaran
kontekstual. Dan ayat tersebut merupakan ayat yang tergolong butuh
penalaran, tidak bisa diartikan begitu saja. Apabilah ayat tersebut
bernakna tekstual, maka sangat menguntungkan bagi kita. Kenapa? Karena
kitabisa dengan seenakanya berbuat dosa. Karena nantinya Allah juga
mengampuni, bukankah Allah itu Maha Pengampun. Berbuat dosa ya tinggal
taubat saja, namun tidak seperti. Kita harus menjaga diri dari perbuatan
tercela, bila pernah melakukan perbuatan yang tidak baik, maka harus
segera bertaubat , beusaha untuk tidak mengulangi dan harus memperbaiki
diri menjadi lebih baik lagi.