Sebagian orang mengira bahwa
cara bersyukur itu bermacam-macam. Ada yang mengira bahwa dengan
berfoya-foya setelah diberi harta yang bergelimang adalah salah satu
cara bersyukur. Ada yang mengira dengan mempersembahkan sesajen setelah
diberi panen yang berlimpah adalah cara bersyukur. Ada yang menganggap
bahwa dengan menyalahgunakan kekuasaan sekehendak pribadi adalah cara
bersyukur setelah diberi kepemimpinan. Ada yang berpikir dengan
mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya setelah naik jabatan adalah cara
bersyukur. Ada yang mengira bahwa jalan-jalan ke luar negeri tanpa
kepentingan yang mendasar setelah berhasil mencapai karir adalah cara
bersyukur. Ada yang mengira bahwa dengan membubazirkan makanan setelah
diberi kelapangan adalah cara bersyukur. Ada yang mengira dengan
menghabiskan uang (pemborosan) setelah berusaha keras adalah cara
bersyukur. Ada yang mengira bahwa dengan menikmati barang haram setelah
bergulat dengan permasalahan kehidupan adalah cara bersyukur dan
menikmati hidup. Ada pula yang menganggap dengan tetap berleha-leha
ketika mengalami kemiskinan juga dianggap bentuk syukur atas nasib.
Ada
yang mengira bahwa cara bersyukur setelah diberi lisan (mulut) adalah
banyak bicara sekehendaknya. Dengan cuci mata dianggap cara bersyukur
karena telah diberi indera penglihatan. Alih-alih ketika ada perempuan
yang belum mengerti perintah menutup aurat dan mengumbar auratnya
dianggap menjadi pemandangan yang perlu disyukuri. Mendengarkan hal-hal
yang tidak ada faedahnya dianggap sebagai cara bersyukur karena telah
diberi pendengaran. Dengan memikat dan mempermainkan lawan jenis setelah
diberi kecantikan/ketampanan dianggap sebagai cara bersyukur.
Semua
perilaku itu tidak bisa dibenarkan karena termasuk perilaku kufur
nikmat. Perilaku kufur nikmat tidak bisa disamakan dengan perilaku
bersyukur, karena telah jelas bahwa keduanya sangat jauh berbeda. Kufur
nikmat berawal dari ketidaksadaran atau sengaja menghilangkan kesadaran
dalam diri. Sebaliknya, syukur diawali dari kesadaran penuh bahwa Allah
yang telah memberikan nikmat-nikmat yang berlimpah. Orang yang kufur
nikmat lebih sering menganggap bahwa nikmat yang telah diberikan
kepadanya selalu kurang atau nikmat yang selama ini dirasakannya adalah
hasil usahanya.
Syukur hanyalah kepada Allah semata yang telah
memberi nikmat yang berlimpah. Disadari atau tidak disadari bahwa nikmat
dan karunia Allah jauh lebih berlimpah daripada ungkapan/ucapan terima
kasih dari penerima nikmat. Bila hati saja belum bisa bersyukur kepada
Allah, bagaimana mungkin dengan lisan dan perbuatan bisa mensyukuri
nikmat-Nya. Ketika penerima nikmat mampu bersyukur belum tentu bisa
mewakili nikmat-nikmat Allah yang sangat berlimpah.
Mari
renungkan, sudahkah negeri yang besar ini bersyukur. Bukankah Allah
telah menganugrahkan kekayaan alam yang berlimpah pada negeri ini, lalu
kenapa kesenjangan antara kaya dan miskin begitu jauh. Bukankah Allah
telah jadikan mayoritas penduduk negeri ini muslim, tetapi mengapa masih
banyak yang belum mengetahui hakikat diri sebagai muslim. Bukankah
Allah telah menciptakan keragaman individu dari suku yang berpotensial,
lalu kenapa masih ada diskriminasi. Bukankah Allah telah memberikan
nikmat yang berlimpah untuk negeri ini, tetapi kenapa kita malah terlena
dengan nikmat itu. Bukankah hakikat nikmat adalah untuk mengingat dan
mendekat kepada Allah yang maha memberi nikmat.
Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih”. (Ibrahim: 7)
Meskipun
Allah tidak membutuhkan rasa syukur atau ibadah kita, tapi tidak
malukah kita sebagai makhluk-Nya yang telah diberi nikmat berlimpah.
Atau malah jangan-jangan rasa syukur itu tidak ditujukan pada Allah yang
Memberi nikmat. Atau mungkin kita bisanya hanya meminta, meminta dan
meminta dengan penuh keinginan yang belum tentu baik (meskipun Allah
suka hamba-Nya banyak meminta hanya pada-Nya).
Bukankah Allah
telah memberi gambaran dalam Al-Quran tentang negeri-negeri yang
dibinasakan karena penduduknya tidak bersyukur. Bila direnungkan
bagaimana kesudahan penduduk negeri-negeri yang tidak bersyukur, sungguh
kesudahan yang tragis dan mengerikan.
Mari belajar bersyukur
dengan hati karena bermula dari itu ketenangan hati mudah didapat. Mari
belajar bersyukur dengan lisan karena lisan yang bersyukur senantiasa
memberi manfaat. Mari belajar bersyukur dengan perbuatan karena dengan
itu keberkahan selalu mengiringi. Bersyukur akan mendekatkan seorang
hamba pada Rabb nya. Dengan bersyukur Allah akan menambah nikmat-Nya
pada hamba-Nya. Dengan bersyukur mudah sekali bagi Allah untuk
mengeluarkan hamba-Nya dari permasalahan meskipun dengan jalan yang
tiada disangka-sangka.
Sebaliknya, kufur nikmat hanya menambah
dosa bagi yang diberi nikmat. Azab telah disediakan bagi orang-orang
yang kufur nikmat. Permasalahan dan beban yang bertubi-tubi juga
dihadirkan bagi orang-orang yang kufur nikmat. Jangankan keberkahan,
ketenangan hati pun tak akan mampu didapat bagi orang yang kufur nikmat.
Nb:
Hanya mengajak untuk belajar bersyukur (tidak bermaksud menggurui)
karena nyatanya masih banyak nikmat Allah yang belum disadari dan
disyukuri. Semoga kita mampu belajar bersyukur dan dihindari dari
perbuatan kufur nikmat.