Manusia bisa tergerak hatinya dan berempati. Ketika mereka bersama dengan orang di sekitar mereka, terkadang mereka mendapatkan kebahagian dan terkadang mendapatkan kebencian. Terkadang cinta merasuki jiwa mereka dan terkadang kemarahan merasuki jiwa mereka. Inilah kedua emosi yang saling bertolak belakang yang dimiliki manusia.
Aku ingin memberikan contohnya: Ketika panci dan wajan saling bertabrakan maka akan timbul suara bising, begitu juga ketika seseorang bertemu dengan orang lain terkadang ada perselisihan. Seorang yang baik adalah dia yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah. Lepas kendali ketika marah bukanlah sebuah sifat yang bagus.
Contohnya seperti ini: dapat mengendarai mobil dengan kencang bukanlah suatu keterampilan, tapi kalau dapat mengendalikan mobilnya, itulah yang disebut keterampilan. Jika kau menyuruh seorang anak kecil untuk mengemudi, bahkan anak itu dapat tancap gas dan mengemudi dengan kencang. Jadi mengebut bukanlah suatu keterampilan, tapi ngebut sembari dapat mengendalikan mobilnya barulah sebuah keterampilan.
Seorang tamu datang ke rumah Husain R.A. Jadi dia meminta pembantunya untuk membawakan sebuah sup untuk si tamu. Kalau di zaman sekarang, kita menyuguhkan tamu dengan secangkir teh/kopi, tapi pada masa itu mereka menyuguhkan semangkuk sup panas. Jadi pembantu tersebut menyiapkan dan membawakan sup hangat itu, dan ketika dia sedang membawanya dan memasuki ruang tamu, pandangannya teralihkan dan dia terpeleset, dan dia menumpahkan sup panas itu ke tubuh Husain R.A.
Bayangkan jika semangkuk air mendidih tersiram kepadamu, betapa panasnya kulitmu. Jadi Husain R.A. menjadi sangat marah karena kecerobohan pembantunya. Pembantunya tahu bahwa Husain adalah orang saleh, bahwa dia begitu menghargai ayat Al-Qur’an, jadi pembantunya berkata "dan orang-orang yang menahan amarahnya" (Ali Imran:134). Husain menjawab “Oke, aku sudah menelan kemarahanku.” Pembantunya berkata “dan mema'afkan (kesalahan) orang.” (Ali Imran:134) Husain berkata “Baiklah, aku sudah memaafkanmu.” Pembantunya berkata “Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran:134) Husain R.A. berkata “Pergilah, karena aku sudah membebaskanmu atas nama Allah.”
Mereka begitu patuh kepada ayat-ayat Al-Qur’an. Nabi Muhammad S.A.W. bersabda “di dunia ini, siapapun yang cepat memaafkan kesalahan orang lain, maka pada hari kiamat Allah akan cepat memaafkan kesalahannya.
Rasulullah S.A.W. juga bersabda “Jika seseorang meminta ampun dari orang lain, tapi dia tidak mau memaafkannya, maka orang yang tidak mau memaafkan itu tidak seharusnya datang ke telaga Kautsar ku.” Dengan kata lain, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda bahwa dia tidak ingin melihat wajahnya.
Situasi yang terjadi pada zaman sekarang, seorang suami tidak mau memaafkan istrinya dan begitu pula sebaliknya. Allahu Akbar Kabirau! Pikirkanlah barang sejenak, betapa kondisi hati kita telah berubah makin buruk. Kita tidak mau memaafkan sesama!
Ada seorang tua yang pergi berhaji. Dia mempunyai sebuah dompet yang di dalamnya terdapat uang dan barang berharga lainnya. Salah seorang copet menjambret dompetnya dan melarikan diri. Merupakan kehendak Allah, seseorang yang mencuri dompetnya, setelah mencapai jarak tertentu, pandangannya menjadi buram. Terkadang suka seperti itu kan? Ketika kau bangun terlalu cepat maka kau merasa buta untuk sesaat. Hal yang sama terjadi pada orang ini, dia tidak dapat melihat. Pemuda ini mulai menangis dan orang-orang mulai bertanya-tanya mengapa dia menangis. Dia menjelaskan “Aku mencuri dompet seorang kakek dan tampaknya dia telah mengutukku, dan sebagai akibatnya Allah telah mengambil penglihatanku.” Orang-orang bertanya padanya perihal keberadaan orang tua tersebut. Dia berkata “Di dekat tukang cukur rambut A.”
Jadi ketika orang-orang menemui si orangtua, mereka memintanya untuk memaafkan si pemuda pencopet tadi, dan pencopet itu memintanya untuk memaafkannya. Orangtua itu berkata “Aku telah memaafkanmu dengan segera.”
Orang-orang berkata “Dia telah mencuri dompetmu, tapi kau langsung memaafkannya?” Dia berkata “Ya, suatu pikiran terlintas di benakku sehingga aku langsung memaafkannya.” Orang-orang bertanya “Pikiran apa yang terlintas di benakmu?” Orangtua itu berkata “Ketika dia mengambil barangku dan melarikan diri, suatu pikiran terlintas di benakku: Ketika hari kiamat tiba ketika aku mempersembahkan perkaraku di hadapan Allah, maka anak muda ini akan dihakimi, dan waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan...
Rasulullah S.A.W. bersabda “Aku tidak akan masuk surga sampai penghakiman umatku telah selesai.” Jadi aku berpikri bahwa waktu yang diperlukan untuk memutuskan perkaraku akan menghambat Rasulullah S.A.W. dari memasuki surga. Jadi aku memaafkannya! Sehinnga tidak ada perkara yang harus disidang dan Rasulullah S.A.W. tidak perlu terhambat karenaku.
Jika ini yang kita pikirkan, tidakkah kita mau memaafkan orang-orang? Karena dengan kita memaafkan, maka Rasulullah S.A.W. tidak perlu terhambat dari memasuki surga.
Di rumah, kita tahu bahwa putri, putra, istri, dan saudara-saudara kita dapat membuat kesalahan dan mengucapkan sesuatu tanpa sengaja. Daripada memendam kebencian, lebih baik kita membiasakan diri memaafkan mereka karena Allah.
Inilah kebiasaan Rasulullah S.A.W. Semoga Allah memberikan kita kemampuan untuk mengamalkan Sunnah ini, dan karenanya semoga Allah memaafkan kekurangan kita di hari kiamat.
Sesungguhnya kawan-kawan, kita sangat membutuhkan hal ini, orang itu mungkin hanya berbuat 1 dosa, sementara siapa tahu kita telah berbuat dosa lebih banyak daripadanya. Jika dengan memaafkan satu kesalahan, Allah mau mengampuni seluruh dosa kita, maka ini adalah kesempatan yang bagus.
Itulah mengapa, ketika seseorang memohon maaf, atau meskipun dia tidak memohon maaf, maafkanlah dia untuk menyenangkan Allah.
Semoga Allah menganugerahkan sifat ini dan kemampuan untuk menerapkannya di sisa hidup kita.

Related Post :

Artikel Rekomendasi

Berita Online Okezone

Kumpulan Cerita Motivasi | Artikel Motivasi

ShoutMix chat


ShoutMix chat widget

Popular Pos 2