Marah atau sekadar
kesal, selalu saja ada pemicunya setiap hari. Di bulan Ramadhan ataupun
bukan bisa setiap hari kita temukan. Mau tidak mau, suka tidak suka
kadang ujian kesabaran selalu menghampiri, selalu saja kita dipertemukan
dengan orang-orang yang dengan segala motif dan tujuannya membuat kita
marah, kesal, jengkel atau sekadar menggerutu sebal lantara tak lagi
mampu berbuat apa-apa. Di bulan Ramadhan pun tak berbeda, selalu ada
saja orang yang membuat hati bergemuruh. Hanya saja bedanya, di bulan
mulia ini amarah lebih bisa terkendali, “sabaaar, sabaaar… orang puasa
mesti sabar,” kalimat inilah pengendalinya.
Memang kita tidak bisa memilih hanya mau bertemu orang-orang yang selalu bisa membuat kita tersenyum saja, hanya ingin berhubungan dengan orang yang sedianya selalu membuat kita senang saja. Kita tak selamanya bisa memutuskan hanya ingin berinteraksi dengan orang-orang tertentu, adakalanya justru kita harus dan terpaksa bertemu dengan orang yang jelas-jelas senang bikin perkara, hobinya bikin kesal dan kesenangannya adalah memancing amarah orang lain. Kepuasan tersendiri bagi orang-orang ini kalau sudah berhasil membuat orang lain marah atau emosi.
Bulan Ramadhan atau bukan, boleh jadi Allah memang menskenariokan kita untuk sering bertemu orang-orang dengan hobi dan kesenangan aneh ini, tentu dengan maksud melatih kesabaran bagi orang-orang yang belum terbiasa sabar. Bagi orang yang sudah biasa sabar, tujuannya untuk menguji kesabaran. Yang menarik, banyak orang berpuasa yang kemudian merasa dengan puasanya ia berhasil lebih sabar menghadapi berbagai ujian kesabarannya. Seperti contoh kasus diatas, “untung saya sedang puasa…” atau “kalau sedang tak puasa…” menjadi gambaran betapa puasa mampu membuat orang yang menjalankannya lebih sabar. Kesabaran yang dimaksud, bukan hanya soal amarah, termasuk juga tentang kesabaran untuk tidak berbuat dzalim dan merugikan diri sendiri serta orang lain.
Inilah salah satu rahasia keindahan bulan Ramadhan, ketika bumi berisi parade kesabaran yang membentang dari timur ke barat. Orang-orang mulai dari yang berlatih kesabaran, menguji kesabaran, hingga mereka yang tengah berupaya meningkatkan level kesabarannya dengan berpuasa. Dunia yang di bulan sebelum Ramadhan dipenuhi dengan emosi, amarah, kekesalan, kejengkelan, berubah seketika dengan kalimat sederhana, “maaf, saya sedang berpuasa” untuk orang-orang yang senang memancing amarah. Maka pantaslah jika kita berandai, “seandainya semua bulan adalah Ramadhan.” (ASA)
Memang kita tidak bisa memilih hanya mau bertemu orang-orang yang selalu bisa membuat kita tersenyum saja, hanya ingin berhubungan dengan orang yang sedianya selalu membuat kita senang saja. Kita tak selamanya bisa memutuskan hanya ingin berinteraksi dengan orang-orang tertentu, adakalanya justru kita harus dan terpaksa bertemu dengan orang yang jelas-jelas senang bikin perkara, hobinya bikin kesal dan kesenangannya adalah memancing amarah orang lain. Kepuasan tersendiri bagi orang-orang ini kalau sudah berhasil membuat orang lain marah atau emosi.
Bulan Ramadhan atau bukan, boleh jadi Allah memang menskenariokan kita untuk sering bertemu orang-orang dengan hobi dan kesenangan aneh ini, tentu dengan maksud melatih kesabaran bagi orang-orang yang belum terbiasa sabar. Bagi orang yang sudah biasa sabar, tujuannya untuk menguji kesabaran. Yang menarik, banyak orang berpuasa yang kemudian merasa dengan puasanya ia berhasil lebih sabar menghadapi berbagai ujian kesabarannya. Seperti contoh kasus diatas, “untung saya sedang puasa…” atau “kalau sedang tak puasa…” menjadi gambaran betapa puasa mampu membuat orang yang menjalankannya lebih sabar. Kesabaran yang dimaksud, bukan hanya soal amarah, termasuk juga tentang kesabaran untuk tidak berbuat dzalim dan merugikan diri sendiri serta orang lain.
Inilah salah satu rahasia keindahan bulan Ramadhan, ketika bumi berisi parade kesabaran yang membentang dari timur ke barat. Orang-orang mulai dari yang berlatih kesabaran, menguji kesabaran, hingga mereka yang tengah berupaya meningkatkan level kesabarannya dengan berpuasa. Dunia yang di bulan sebelum Ramadhan dipenuhi dengan emosi, amarah, kekesalan, kejengkelan, berubah seketika dengan kalimat sederhana, “maaf, saya sedang berpuasa” untuk orang-orang yang senang memancing amarah. Maka pantaslah jika kita berandai, “seandainya semua bulan adalah Ramadhan.” (ASA)