Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain.
Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai kepekaan untuk mengamalkan kebaikan, beruntung pula orang yang dititipi potensi kelebihan dan dikaruniai kesanggupan memanfaatkan utuk sebanyak-banyak umat manusia. Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana diri mempunyai nilai manfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar sebuah perumpamaan yang berbunyi ”habis manis sepah dibuang” Perumpamaan ini mengingatkan kita tentang pohon tebu sebagai bahan baku pembuatan gula.
Di beberapa tempat, ada beberapa rumah yang menanam rumpun-rumpun pohon tebu, apabila kita potong batangnya kemudian mengupas kulitnya, dan selanjutnya kita mengunyahnya maka rasa manis akan memenuhi mulut kita, lalu tiba saatnya dimana kunyahan itu hanya menyisakan rasa tawar saja dan dimulut kita hanya tertinggal ampas, dan selanjutnya kita meludahkan ampas itu ke tanah. Perumpamaan habis manis sepah dibuang ternyata tidak hanya sekedar perumpamaan tapi sudah dilakukan.
Betapa pandainya para pendahulu kita membuat perumpamaan, orang-orang yang dinilai sudah tidak berguna lagi disisihkan begitu saja. Kadang kita marah, kalau diperlakukan seperti sepah. Padahal, kita juga akan membuang sepah itu jika sudah tidak ada lagi rasa manisnya. Ini soal siapa pelaku dan siapa korbannya saja. Kita tidak suka jadi korban, itu saja.
Dalam ilustrasi pohon tebu tadi bukankah kita juga tidak ingin menyimpan sepah dirumah? Wajar jika sepah itu di buang. Yang tidak wajar adalah yang belum menjadi sepah sudah dibuang. Juga tidak wajar jika kita sudah menjadi sepah, tetapi menuntut orang lain untuk terusmenerus menikmati rasa manis yang sudah tidak kita miliki lagi.
Kita sering menggambarkan hidup yang sudah tidak berguna sebagai sepah. Kita sadar jika sudah tidak berguna, tetapi masih ngotot untuk tidak dibuang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sudah saatnya untuk mengubah paradigma tentang hidup.
Untuk belajar memperbaiki paradigma tentang hidup tersebut terdapat beberapa sudut pandang kecerdasan natural atau biasa disebut Natural Intelligence sebagai berikut:
1. JADILAH PEMANIS KEHIDUPAN.
Disekitar kita begitu banyak orang yang suka minum kopi. Tetapi, hampir tidak pernah ada orang yang minum kopi tanpa gula. Bahkan sekalipun kita sebut sebagai ‘kopi pahit’, ternyata menggunakan gula juga. Mengapa gula selalu ada dalam setiap cangkir kopi yang disajikan? Karena gula membuat rasa pahit pada kopi terasa menjadi manis. Bagi yang mengetahui rasa asli kopi tentu tahu jika sebenarnya kopi itu mirip arang. Arang atau karbon yang tersisa dari benda hangus. Makanya rasanya tidak benar-benar enak. Tetapi, ketika kedalam seduhan kopi pahit itu dibubuhkan gula, tiba-tiba saja kita menikmatinya. Bahkan menjadikannya sebagai minuman favorit. Bayangkan jika kita bisa membuat rasa pahit kehidupan menjadi terasa manis. Tentunya kita tidak akan lagi harus disiksa oleh rasa pahit itu. Bahkan boleh jadi, kita menjadi penikmat rasa pahit itu. Kita bisa menari dalam deraan tantangan dan rintangan. Kita masih bisa tersenyum ditengah terpaan angin cobaan. Dan kita masih bisa bersyukur meski tengah berada dalam pahit getirnya cobaan hidup. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang mampu memaniskan kehidupan.
2. JADILAH PRIBADI YG MANIS.
Sesuatu yang manis pasti selalu dikerubuti. Ditempat tidur tiba-tiba saja banyak sekali semut, setelah diperiksa, ternyata ada sisa-sisa gula dari kue kering yang di makan bersama anak-anak. Ternyata benar; ada gula, ada semut. Para semut tidak lagi memperdulikan lokasi dan situasi. Dimana ada gula, kesitulah mereka berbondong beriringan. Ini tidak hanya benar bagi para semut. Coba saja perhatikan orang-orang yang bisa memberi manfaat bagi lingkungannya. Para dermawan, selalu dikerubungi oleh para pengikut setianya. Para alim ulama dan orang-orang berilmu, selalu menjadi rujukan para pencari pencerahan. Siapapun yang bisa memberi manfaat kepada orang lain, bisa dipastikan selalu dibutuhkan oleh mereka. Sedangkan kita? Sesekali orang lain itu mbok ya membutuhkan kita gitu loh. Tapi mengapa yang terjadi malah sebaliknya ya? Mereka malah mengira seolah kita ini tidak ada. Sekalipun kita sudah menyodor-nyodorkan wajah kita. Tetap saja masih tidak mereka lihat. Sudah beriklan, bahkan. Tapi juga tidak ditanggapi. Barangkali, karena kita belum bisa menjadi pribadi yang manis bagi mereka. Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk mengerubuti segala sesuatu yang terasa manis.
3. TETAPLAH MANIS, MAKA SEPAHMU TIDAK PERNAH DIBUANG.
Mari berhenti untuk marah atau kecewa jika orang lain membuang kita karena mereka menilai kita sudah menjadi sepah. Mereka tidak salah. Kitalah yang harus berpikir bagaimana caranya supaya tidak menjadi sepah. Sebab jika kita masih tetap memiliki rasa manis itu, mereka tidak akan membuang kita, percayalah. Sebagai contoh ada seorang eksekutif senior yang mumpuni. Setelah memasuki masa pensiun dari jabatanya yang tinggi, diperkirakan akan menjadi seperti ‘tebu-tebu’ yang lainnya. Ternyata tidak, perusahaan tempat dia bekerja kemudian memperpanjang masa kerjanya dengan sistem kontrak. Lalu dia berpindah ke perusahaan lain. Kemudian dia ditarik lagi oleh perusahaan lainnya. Inilah salah satu contoh legenda kehidupan mereka yang tidak pernah membiarkan dirinya ‘kehilangan rasa manis’. Meski usianya sudah jauh melampaui masa pensiun, dia tetap manis. Rasa manis yang masih tetap lestari didalam dirinya itulah yang menjadikan dia tetap menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar. Jadi jika kita tidak ingin menjadi sepah yang dibuang, maka kita harus memastikan bahwa kita tetap menjadi pribadi yang manis.
4. NIKMATILAH RASA MANIS SECUKUPNYA, TIDAK BERLEBIHAN
Sebagai contoh kita coba ambil sesendok gula terbaik yang kita miliki. Lalu suapkan sesendok gula itu kedalam mulut, dan kunyahlah. Apakah kita masih menikmati rasa manisnya? Pada dasarnya, semua orang menyukai rasa manis, namun tidak seorang pun bisa melahapnya terlalu banyak. Kita semua mendambakan manisnya kehidupan. Dan kita sering terlalu serakah untuk merengkuhnya sendirian. Bahkan gula pun mengajari kita bahwa terlalu banyak rasa manis membuat kepala kita pusing, bahkan kita bisa mengalami sindrom toleransi insulin. Sungguh keliru jika kita mengira hidup yang manis itu adalah yang semuanya serba indah. Tidak. Justru hidup yang terlalu indah cenderung menjadikan kita pribadi yang serakah. Semacam sindrom toleransi insulin kehidupan. Tidak peduli betapa banyak insulin yang diproduksi dalam tubuh, gula akan tetap menumpuk dalam darah . Tahukah apa yang terjadi ketika dalam darah kita terdapat lebih banyak gula dari yang seharusnya? Kita tentu sudah paham akibat yang dapat terjadi. Bahkan rasa manis kehidupan yang terlalu banyak pun bisa membahayakan kehidupan diri sendiri. Maka nikmatilah rasa manisnya kehidupan, namun tidak perlu berlebihan.
5. SEMANIS APAPUN KITA, TIDAK BISA LEPAS DARI FITRAH.
Anggap saja perumpamaan sepah yang ada di kebun tebu jumlahnya tidak terlalu melimpah. Namun jika dibiarkan tetap saja menjadi sampah. Ada banyak pilihan untuk memperlakukannya. Jika membuangnya ke kolong kandang domba, maka sepah itu akan menambah nutrisi pada pupuk kandang. Jika membuangnya ke kolam ikan, maka akan menjadi tempat tumbuhnya plankton dan jentik-jentik makanan penggemuk ikan. Jadi, apanya yang terbuang dari seonggok sepah? Tidak ada. Sepah benar-benar menyadari bahwa dia tidak bisa melawan fitrah. Semua orang yang pernah muda akan menjadi tua. Semua yang gagah perkasa akan menjadi tak berdaya. Semua yang kuat menjadi lemah. Itulah fitrah. Tetapi mari sekali lagi kita lihat sang sepah. Bahkan setelah masuk tempat sampah, dia tetap saja menjadi anugerah. Jika kita ikut mengimani konsepsi hidup setelah mati, maka kita lebih beruntung lagi. Karena dengan keyakinan itu kita bisa berharap memetik buah manis di akhirat nanti dari tabungan kebaikan yang pernah kita lakukan semasa hidup. Kita boleh berharap itu, karena iman kita mengajarkan bahwa setiap amal baik yang pernah kita lakukan karena Allah SWT, akan membuahkan imbalan yang sepadan. Beruntunglah kita yang percaya, karena setidak-tidaknya kita memiliki harapan bahwa fitrah kita adalah untuk mempersiapkan tempat pulang di akhirat, alam yang kekal dan abadi. Tidak perlu lagi untuk merasa kecewa karena telah dihempaskan oleh lingkungan yang diharapkan memberikan penerimaan. Mungkin mereka benar telah menghempaskan kita karena kita belum bisa memberi rasa manis yang mereka butuhkan. Mungkin juga mereka keliru karena tidak bisa menghargai rasa manis yang kita miliki. Tetapi, bukan itu yang perlu menjadi fokus perhatian kita. Cukuplah untuk selalu memikirkan, bagaimana caranya agar kita bisa memberikan lebih banyak lagi rasa manis? Karena dengan rasa manis yang kita tebarkan, kita tidak perlu meneriaki para semut untuk mengerubuti. Insya Allah, cepat atau lambat mereka akan datang sendiri.
Mari Berbagi Semangat!
”khoirunnas anfa'uhum linnas” atau sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain (H.R. Bukhari)
Demikian kultum yang dapat kami sampaikan semoga ada manfaatnya, terimakasih atas perhatiannya , mohon maaf atas segala kekurangan , billahi taufik wal hidayah , wassalamu ’alaikum wr. Wb.
Sungguh beruntung bagi siapapun yang dikaruniai kepekaan untuk mengamalkan kebaikan, beruntung pula orang yang dititipi potensi kelebihan dan dikaruniai kesanggupan memanfaatkan utuk sebanyak-banyak umat manusia. Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauhmana diri mempunyai nilai manfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar sebuah perumpamaan yang berbunyi ”habis manis sepah dibuang” Perumpamaan ini mengingatkan kita tentang pohon tebu sebagai bahan baku pembuatan gula.
Di beberapa tempat, ada beberapa rumah yang menanam rumpun-rumpun pohon tebu, apabila kita potong batangnya kemudian mengupas kulitnya, dan selanjutnya kita mengunyahnya maka rasa manis akan memenuhi mulut kita, lalu tiba saatnya dimana kunyahan itu hanya menyisakan rasa tawar saja dan dimulut kita hanya tertinggal ampas, dan selanjutnya kita meludahkan ampas itu ke tanah. Perumpamaan habis manis sepah dibuang ternyata tidak hanya sekedar perumpamaan tapi sudah dilakukan.
Betapa pandainya para pendahulu kita membuat perumpamaan, orang-orang yang dinilai sudah tidak berguna lagi disisihkan begitu saja. Kadang kita marah, kalau diperlakukan seperti sepah. Padahal, kita juga akan membuang sepah itu jika sudah tidak ada lagi rasa manisnya. Ini soal siapa pelaku dan siapa korbannya saja. Kita tidak suka jadi korban, itu saja.
Dalam ilustrasi pohon tebu tadi bukankah kita juga tidak ingin menyimpan sepah dirumah? Wajar jika sepah itu di buang. Yang tidak wajar adalah yang belum menjadi sepah sudah dibuang. Juga tidak wajar jika kita sudah menjadi sepah, tetapi menuntut orang lain untuk terusmenerus menikmati rasa manis yang sudah tidak kita miliki lagi.
Kita sering menggambarkan hidup yang sudah tidak berguna sebagai sepah. Kita sadar jika sudah tidak berguna, tetapi masih ngotot untuk tidak dibuang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sudah saatnya untuk mengubah paradigma tentang hidup.
Untuk belajar memperbaiki paradigma tentang hidup tersebut terdapat beberapa sudut pandang kecerdasan natural atau biasa disebut Natural Intelligence sebagai berikut:
1. JADILAH PEMANIS KEHIDUPAN.
Disekitar kita begitu banyak orang yang suka minum kopi. Tetapi, hampir tidak pernah ada orang yang minum kopi tanpa gula. Bahkan sekalipun kita sebut sebagai ‘kopi pahit’, ternyata menggunakan gula juga. Mengapa gula selalu ada dalam setiap cangkir kopi yang disajikan? Karena gula membuat rasa pahit pada kopi terasa menjadi manis. Bagi yang mengetahui rasa asli kopi tentu tahu jika sebenarnya kopi itu mirip arang. Arang atau karbon yang tersisa dari benda hangus. Makanya rasanya tidak benar-benar enak. Tetapi, ketika kedalam seduhan kopi pahit itu dibubuhkan gula, tiba-tiba saja kita menikmatinya. Bahkan menjadikannya sebagai minuman favorit. Bayangkan jika kita bisa membuat rasa pahit kehidupan menjadi terasa manis. Tentunya kita tidak akan lagi harus disiksa oleh rasa pahit itu. Bahkan boleh jadi, kita menjadi penikmat rasa pahit itu. Kita bisa menari dalam deraan tantangan dan rintangan. Kita masih bisa tersenyum ditengah terpaan angin cobaan. Dan kita masih bisa bersyukur meski tengah berada dalam pahit getirnya cobaan hidup. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang mampu memaniskan kehidupan.
2. JADILAH PRIBADI YG MANIS.
Sesuatu yang manis pasti selalu dikerubuti. Ditempat tidur tiba-tiba saja banyak sekali semut, setelah diperiksa, ternyata ada sisa-sisa gula dari kue kering yang di makan bersama anak-anak. Ternyata benar; ada gula, ada semut. Para semut tidak lagi memperdulikan lokasi dan situasi. Dimana ada gula, kesitulah mereka berbondong beriringan. Ini tidak hanya benar bagi para semut. Coba saja perhatikan orang-orang yang bisa memberi manfaat bagi lingkungannya. Para dermawan, selalu dikerubungi oleh para pengikut setianya. Para alim ulama dan orang-orang berilmu, selalu menjadi rujukan para pencari pencerahan. Siapapun yang bisa memberi manfaat kepada orang lain, bisa dipastikan selalu dibutuhkan oleh mereka. Sedangkan kita? Sesekali orang lain itu mbok ya membutuhkan kita gitu loh. Tapi mengapa yang terjadi malah sebaliknya ya? Mereka malah mengira seolah kita ini tidak ada. Sekalipun kita sudah menyodor-nyodorkan wajah kita. Tetap saja masih tidak mereka lihat. Sudah beriklan, bahkan. Tapi juga tidak ditanggapi. Barangkali, karena kita belum bisa menjadi pribadi yang manis bagi mereka. Karena sudah menjadi fitrah manusia untuk mengerubuti segala sesuatu yang terasa manis.
3. TETAPLAH MANIS, MAKA SEPAHMU TIDAK PERNAH DIBUANG.
Mari berhenti untuk marah atau kecewa jika orang lain membuang kita karena mereka menilai kita sudah menjadi sepah. Mereka tidak salah. Kitalah yang harus berpikir bagaimana caranya supaya tidak menjadi sepah. Sebab jika kita masih tetap memiliki rasa manis itu, mereka tidak akan membuang kita, percayalah. Sebagai contoh ada seorang eksekutif senior yang mumpuni. Setelah memasuki masa pensiun dari jabatanya yang tinggi, diperkirakan akan menjadi seperti ‘tebu-tebu’ yang lainnya. Ternyata tidak, perusahaan tempat dia bekerja kemudian memperpanjang masa kerjanya dengan sistem kontrak. Lalu dia berpindah ke perusahaan lain. Kemudian dia ditarik lagi oleh perusahaan lainnya. Inilah salah satu contoh legenda kehidupan mereka yang tidak pernah membiarkan dirinya ‘kehilangan rasa manis’. Meski usianya sudah jauh melampaui masa pensiun, dia tetap manis. Rasa manis yang masih tetap lestari didalam dirinya itulah yang menjadikan dia tetap menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar. Jadi jika kita tidak ingin menjadi sepah yang dibuang, maka kita harus memastikan bahwa kita tetap menjadi pribadi yang manis.
4. NIKMATILAH RASA MANIS SECUKUPNYA, TIDAK BERLEBIHAN
Sebagai contoh kita coba ambil sesendok gula terbaik yang kita miliki. Lalu suapkan sesendok gula itu kedalam mulut, dan kunyahlah. Apakah kita masih menikmati rasa manisnya? Pada dasarnya, semua orang menyukai rasa manis, namun tidak seorang pun bisa melahapnya terlalu banyak. Kita semua mendambakan manisnya kehidupan. Dan kita sering terlalu serakah untuk merengkuhnya sendirian. Bahkan gula pun mengajari kita bahwa terlalu banyak rasa manis membuat kepala kita pusing, bahkan kita bisa mengalami sindrom toleransi insulin. Sungguh keliru jika kita mengira hidup yang manis itu adalah yang semuanya serba indah. Tidak. Justru hidup yang terlalu indah cenderung menjadikan kita pribadi yang serakah. Semacam sindrom toleransi insulin kehidupan. Tidak peduli betapa banyak insulin yang diproduksi dalam tubuh, gula akan tetap menumpuk dalam darah . Tahukah apa yang terjadi ketika dalam darah kita terdapat lebih banyak gula dari yang seharusnya? Kita tentu sudah paham akibat yang dapat terjadi. Bahkan rasa manis kehidupan yang terlalu banyak pun bisa membahayakan kehidupan diri sendiri. Maka nikmatilah rasa manisnya kehidupan, namun tidak perlu berlebihan.
5. SEMANIS APAPUN KITA, TIDAK BISA LEPAS DARI FITRAH.
Anggap saja perumpamaan sepah yang ada di kebun tebu jumlahnya tidak terlalu melimpah. Namun jika dibiarkan tetap saja menjadi sampah. Ada banyak pilihan untuk memperlakukannya. Jika membuangnya ke kolong kandang domba, maka sepah itu akan menambah nutrisi pada pupuk kandang. Jika membuangnya ke kolam ikan, maka akan menjadi tempat tumbuhnya plankton dan jentik-jentik makanan penggemuk ikan. Jadi, apanya yang terbuang dari seonggok sepah? Tidak ada. Sepah benar-benar menyadari bahwa dia tidak bisa melawan fitrah. Semua orang yang pernah muda akan menjadi tua. Semua yang gagah perkasa akan menjadi tak berdaya. Semua yang kuat menjadi lemah. Itulah fitrah. Tetapi mari sekali lagi kita lihat sang sepah. Bahkan setelah masuk tempat sampah, dia tetap saja menjadi anugerah. Jika kita ikut mengimani konsepsi hidup setelah mati, maka kita lebih beruntung lagi. Karena dengan keyakinan itu kita bisa berharap memetik buah manis di akhirat nanti dari tabungan kebaikan yang pernah kita lakukan semasa hidup. Kita boleh berharap itu, karena iman kita mengajarkan bahwa setiap amal baik yang pernah kita lakukan karena Allah SWT, akan membuahkan imbalan yang sepadan. Beruntunglah kita yang percaya, karena setidak-tidaknya kita memiliki harapan bahwa fitrah kita adalah untuk mempersiapkan tempat pulang di akhirat, alam yang kekal dan abadi. Tidak perlu lagi untuk merasa kecewa karena telah dihempaskan oleh lingkungan yang diharapkan memberikan penerimaan. Mungkin mereka benar telah menghempaskan kita karena kita belum bisa memberi rasa manis yang mereka butuhkan. Mungkin juga mereka keliru karena tidak bisa menghargai rasa manis yang kita miliki. Tetapi, bukan itu yang perlu menjadi fokus perhatian kita. Cukuplah untuk selalu memikirkan, bagaimana caranya agar kita bisa memberikan lebih banyak lagi rasa manis? Karena dengan rasa manis yang kita tebarkan, kita tidak perlu meneriaki para semut untuk mengerubuti. Insya Allah, cepat atau lambat mereka akan datang sendiri.
Mari Berbagi Semangat!
”khoirunnas anfa'uhum linnas” atau sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaat bagi orang lain (H.R. Bukhari)
Demikian kultum yang dapat kami sampaikan semoga ada manfaatnya, terimakasih atas perhatiannya , mohon maaf atas segala kekurangan , billahi taufik wal hidayah , wassalamu ’alaikum wr. Wb.